SejarahPerkembangan Jembatan. Jembatan merupakan sebuah sarana dengan struktur tertentu yang dibangun untuk menghubungkan dua atau lebih rentang hambatan fisik seperti sungai, jurang, teluk, lembah, dan jalan sehingga dapat melintas dengan lancar dan aman. Zaman pertengahan di Eropa berlangsung dari abad ke-11 sampai dengan abad ke-16
1. Abad I dan II Hijriyah Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase kezuhudan. Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat pemikiran. Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum, menyedikitkan tidur dan lain sebagainya. Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi Saw. yang mencerminkan kehidupan zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Pada masa ini, terdapat fenomena kehidupan spiritual yang cukup menonjol yang dilakukan oleh sekelompok sahabat Rasul Saw yang di sebut dengan ahl al- Shuffah. Kelompok ini dikemudian hari dijadikan sebagai tipe dan panutan para shufi. Dengan anggapan mereka adalah para sahabat Rasul Saw dan kehidupan mereka adalah corak Islam. Di antara mereka adalah Abu Dzar al-Ghifari, Salman al-Fartsi, Abu Hurairah, Muadz Ibn Jabal, Abd Allah Ibn Mas’ud, Abd Allah ibn umar, Khudzaifah ibn al-Yaman, Anas ibn Malik, Bilal ibn Rabah, Ammar ibn Yasar, Shuhaib al-Rumy, Ibn Ummu Maktum dan Khibab ibn al-Arut. 2. Fase Abad III dan IV Hijriyah Abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. pada permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai fana fi al-mahbub. Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang dicintai al-ittihad. Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat. Pada fase ini muncul istilah fana`, ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik al-hissiyat. Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah Swt sehingga masingmasing bisa memanggil dengan kata aku ana. Hulul adalah masuknya Allah Swt kedalam tubuh manusia yang dipilih. Di antara tokoh pada fase ini adalah Abu yazid al-Busthami H. dengan konsep ittihadnya, Abu al-Mughits al-Husain Abu Manshur al-Hallaj 244 – 309 H. yang lebih dikenal dengan al-Hallaj dengan ajaran hululnya. 3. Fase Abad V Hihriyah Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadis atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang sesuai dengan tradisi sunnah Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau tradisi sunnah Nabi Saw dan sahabatnya. Tokoh tasawuf pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali H atau yang lebih dikenal dengan al-Ghazali. Tokoh lainnya adalah Abu al-Qasim Abd al-Karim bin Hawazin Bin Abd al-Malik Bin Thalhah al-Qusyairi atau yang lebih dikenal dengan al-Qusyairi 471 H., al-Qusyairi menulis al-Risalah al-Qusyairiyah terdiri dari dua jilid. 4. Fase Abad VI Hijriyah Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa dzauq dan rasio akal, tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman-pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah Swt sedangkan selain Allah Swt hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayali. Tokoh-tokoh pada fase ini adalah Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi 560 -638 H. dengan konsep wahdah al-Wujudnya. Ibnu Arabi yang dilahirkan pada tahun 560 H. dikenal dengan sebutan as-Syaikh al-Akbar Syekh Besar. Tokoh lain adalah al-Syuhrawardi 549-587 H. dengan konsep Isyraqiyahnya. Ia dihukum bunuh dengan tuduhan telah melakukan kekufuran dan kezindikan pada masa pemerintahan Shalahuddin al-Ayubi. Diantara kitabnya adalah Hikmat al-Israq. Tokoh berikutnya adalah Ibnu Sab’in 667 H. dan Ibn al-Faridl 632 H. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah perkembangan tasawwuf. Sumber buku Siswa Akidah Akhlak Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
sejarahperkembangan tawasuf Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki article{Santosa2023SEJARAHPM, title={SEJARAH PERKEMBANGAN MAKANAN INDONESIA DARI ABAD KE 10 HINGGA MASA PENDUDUKAN JEPANG}, author={Yusuf Budi Prasetya Santosa and Hendi Irawan}, journal={JURNAL PENELITIAN SEJARAH DAN BUDAYA}, year={2023} }Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang hebat dalam mengolah makanan. Hal ini dapat dilihat dari keragaman makanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keragaman makanan Indonesia telah ada sejak abad ke-10. Perkembangan makanan di Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai kebudayaan asing yang datang silih berganti, mulai dari India, Cina dan Eropa Portugis, Spanyol dan Belanda. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jika keanekaragaman makanan Indonesia memiliki sejarah… 22 References[A history of food].A. WyczańskiHistoryActa Poloniae historica1999A history of food writer's guide to how to pick the book in various file kinds as well as media, which can be excellent resource for Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 2 Jaringan Perdagangan Global2011Kebudayaan Indis Dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa Abad XVIII-Medio Abad XX Pertama2000 4 Tahap Perkembangan Tasawuf. a) Tasawuf Abad Pertama dan Kedua Hijriyah. Menurut para ahli sejarah tasawuf, zuhud atau asketisime merupakan fase yang mendahului lahirnya tasawuf pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Dalam Islam, asketisisme mempunyai pengertian khusus. PENDAHULUAN Dewasa ini, kajian tentang tasawuf semakin banyak diminati orang sebagai buktinya adalah misalnya, semakin banyaknya buku yang membahas tasawuf di sejumlah perpustakaan, di negara-negara yang berpenduduk muslim, juga Negara-negara Barat sekalipun yang mayoritas masyarakatnya non muslim, ini dapat menjadi salah satu alasan betapa tingginya ketertarikannya mereka terhadap tasawuf. Adapun yang dimaksud dengan Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma'rifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang teguh pada janji Allah Swt dan mengikuti syari'at Rasulullah saw. Dalam mendekatkan diri dan mencapai riḍha-Nya. 1 Tasawuf sendiri adalah upaya untuk membebaskan diri dari sifat-sifat kemanusiaan demi meraih sifat-sifat malaikat dan akhlak ilahi, serta menjalani hidup pada poros ma'rifatullah dan maḥabbatullah sembari menikmati kenikmatan spiritual. Sedang sebuah ungkapan yang disematkan kepada para ahli tasawuf disebut sufi. 2 Tujuan para sufi adalah ma'rifatullah yang dalam perjalanannya melalui beberapa tahap seperti syariat, ṭarῑqah, hakekat dan ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan akhir dari tasawwuf, yang mana didikannya pun berpindah dari hakekat ke ma'rifat yaitu mengenal Tuhan sebaik-baiknya. 3 Sufisme atau orang-orang yang tertarik pada pengetahuan sebelah dalam, orang-orang yang berupaya mencari jalan atau praktik amalan yang dapat mengantarkannya pada kesadaran dan pencerahan hati adalah orang-orang yang mengikuti jalan penjernihan diri, penyucian hati dan meningkatkan kualitas karakter dan perilaku mereka agar mencapai tahapan maqam orang-orang yang menyembah Allah seolah-olah mereka melihat-Nya dan jikalau tidak Dia selalu melihat mereka. 4 Dari penjelasan di atas, maka tingkat ketertarikan mereka tidak dapat diklaim sebagai sebuah penerimaan bulat-bulat terhadap tasawuf, jika diteliti lebih mendalam, ketertarikan 1 B Sejarah Perkembangan Wahdatul Wujud Abu al-Abbas Qossab abad ke-10 M4 H, Manshur al-Hallaj 922 M, Abdullah Anshari 1089, Ali Utsman al-hujwiri abad ke-11 M, Imam al- Ghazali 1111, Ahmad al-Ghazali 1123 M, 'Ayn al-Qudlat al-hamadani dan lain-lain. Beberapa tariqat di Mesir bermunculan, dari Badawiyyah sampai Shadzaliyyah. Aktivitas

Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifatsifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 59Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF AMALITaufiqur Rahman*Abstrak Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihksan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Adapun tasawuf amali sendiri, dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali merupakan tasawuf yang mengedepankan mujahadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Swt. Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu yang dimulai sejak abad kesatu dan kedua Hijriyah, di mana tasawuf masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu; abad ketiga Hijriyah; abad keempat Hijriyah; abad kelima Hijriyah; abad keenam Hijriyah, di mana para sufi mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. Kata Kunci Tasawuf, akhlak, amali* Dosen InstitutIlmu Keislaman Zainul Hasan Genggong 60Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019PendahuluanAllah menciptakan manusia di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tidak terlepas dari fitrahnya ini, Allah Swt menganugerahkan dua potensi penting dalam diri manusia, yaitu akal dan nafsu. Allah Swt memberikan akal kepada manusia agar mereka mampu dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar dalam bertindak, bertingkah laku, berbuat ataupun bekerja. Sementara nafsu adalah sebuah pemicu bagi tingkat pekerjaan yang dilakukan oleh akal, sehingga nafsu ini dapat menjadi nafsu yang baik, yakni nafsu yang dilatih untuk menghindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan membawa dosa, dan nafsu yang buruk, yakni nafsu yang dilatih untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan ahli sufi memiliki pendapat bahwa hawa nafsu dapat menjadi tabir penghalang untuk dapat dekat dengan Allah Swt. Hal yang seperti ini akan terjadi ketika diri seseorang telah dikendalikan oleh hawa nafsu. Hawa nafsu yang seperti ini akan membawa manusia cenderung memuja kenikmatan duniawi. Hingga pada akhirnya bukanlah kenikmatan kehidupan akherat yang dijadikan tujuan utama dalam hidup, melainkan kenikmatan dunialah yang dijadikan tujuan utama dalam mencapai keberhasilan alasan pentingnya membentengi diri dari hal-hal yang munkara>t itulah dibutuhkan sebuah metode yang aplikatif untuk memperoleh ketenangan dan kebahagiaan jiwa yang bersifat batiniyah, yaitu tasawuf. Tasawuf merupakan salah satu aspek esoteris Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan Tuhannya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah Saw, namun tasawuf sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir belakangan, sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu Tasawuf Amali>Istilah Tasawuf dalam Islam sebenarnya pada masa nabi Muhammad Saw belum ada. Tidak mengherankan apabila kata sufi dan tasawuf 61Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dikaitkan dengan kata-kata arab sebagai berikut11. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Sebab kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadah, terutama shalat dan puasa. 2. S{aff baris. Yang dimaksud S{aff di sini ialah baris pertama dalam shalat di masjid. S{aff pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke masjid dan banyak membaca ayat suci al-Qur’an dan berdhikir sebelum waktu shalat Ahl al-S{huffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah, tinggal di masjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan memakai s}uffah pelana sebagai bantal. Sungguhpun tidak memiliki apa-apa, mereka berhati baik dan tidak mementingkan Sophos bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam, yang berarti hikmah atau S{u>f kain wol. Dalam dunia tasawuf kalau seseorang ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan barang mewah yang bisa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari antara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima sebagai kata asal sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani. Orang pertama yang memakai kata sufi adalah Abu> Ha>shi>m al-Ku>fi di Irak H.2Adapun pengertian tasawuf secara istilah, banyak para ahli yang berbeda pendapat sesuai seleranya masing-masing. Menurut al-Jurairi, “Tasawuf adalah masuk ke dalam segala budi akhlaq yang mulia dan keluar dari budi pekerti yang rendah”. Menurut Ma’ru>f al-Khurki, “Tasawuf adalah mengambil hakikat dan tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan makhluk”. Sedangkan menurut al-Junaidi, “Tasawuf adalah membersihkan hati dari dari apa saja yang mengganggu perasaan 1 Lihat M. Solihin, Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf Bandung CV. Pustaka Setia, 2008, 11-132 Abd al-Hakim Abd al-Ghani Qasim, Al-Madzahib al-Shufiyah wa Madarisuha, Maktabah Madbuli, 1989, 12 62Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal insting kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat kesucian rohani, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua orang, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat”3 Adapun tasawuf amali> sendiri, maka dapat dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik, dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh ridla Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali>Pada mulanya, tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang makna institusi-institusi Islam. Sejak zaman sahabat dan tabiin, kecenderungan pandangan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis mulai muncul. Ajaran Islam mereka dapat dipandang dari dua aspek, yaitu lahiriyah seremonial dan aspek batiniah spiritual, atau apek luar dan aspek dalam. Pendalaman dan pengamalan aspek “dalamnya” mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, tentunya tanpa mengabaikan aspek luarnya” yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa. Tanggapan perenungan mereka lebih berorientasi pada aspek dalam, yaitu cara hidup yang lebih mengutamakan rasa, lebih mementingkan keagungan Tuhan dan bebas dari egoisme. Sejarah dan perkembangan tasawuf mengalami beberapa fase sebagai berikut53 Ibid., 14-154 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf Wonosobo AMZAH, 2005, 2635 Lihat M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung Pustaka Setia, 2008, 61-67 63Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-731. Abad Kesatu dan Kedua HijriyahBenih-benih tasawuf sudah ada sejak zaman kehidupan Nabi Saw. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad Saw. Sebelum diangkat menjadi Rasul, berhari-hari ia berkhalwat di gua H{ira’ terutama pada bulan Ramad}a>n. Di sana Nabi banyak berdhikir dan bertafakkur untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pengasingan Nabi di gua H{ira’ merupakan acuan utama para sufi dalam berkhalwat. Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur. Oleh sebab itu, setiap orang yang meneliti kehidupan kerohanian dalam Islam tidak dapat mengabaikan kehidupan kerohanian para sahabat yang menumbuhkan kehidupan sufi di abad-abad periode sahabat berlalu, muncul pula periode tabi’in sekitar abad I dan II H. Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah dari masa sebelumnya. Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Uthman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok kelompok Bani Umayyah, Shi’ah, Khawarij, dan masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok Shi’ah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi T{alib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwa>bi>n orang-orang yang bertaubat. Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaum Tawwa>bi>n itu dipimpin oleh Mukhtar 6 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila> al-Tashawwuf Fi> al-Isla>m Kairo Da>r al-Thaqa>fah, 1976, 78 64Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019bin Ubaid al-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 samping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosial pun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan kehidupan beragama masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat, secara umum kaum muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, terutama terjadi di kalangan istana. Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah tampak semakin jauh dari tradisi kehidupan Nabi Saw dan sahabat utama, dan semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja Romawi. Dalam situasi demikian kaum muslimin yang saleh merasa berkewajiban menyerukan kepada masyarakat untuk hidup zuhud8, sederhana, saleh,dan tidak tenggelam dalam buaian hawa nafsu. Di antara para penyeru tersebut ialah Abu Dzar al-Ghiffari. Dia melancarkan kritik tajam kepada Bani Umayyah yang sedang tenggelam dalam kemewahan dan menyerukan agar diterapkan keadilan sosial dalam perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut sebagian masyarakat mulai melihat kembali pada kesederhanaan kehidupan Nabi Saw dan para sahabatnya. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu kehidupan zuhud menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud itu disebut za>hid, atau karena ketekunan mereka beribadah, maka disebut a>bid atau na> yang tersebar luas pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdiri atas berbagai aliran yaitu10a. Aliran Madinah Sejak masa yang dini, di Madinah telah muncul para za>hid. Mereka kuat berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, dan mereka menetapkan Rasulullah sebagai panutan kezuhudannya. Di antara mereka dari kalangan sahabat adalah Abu Ubaidah al-Jarrah H., Abu Dzar al-Ghiffari w. 22 H., Salman al-Farisi w. 32 H., 7 Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal Ila al-Tashawwuf Fi al-Islam........, 80-818 Zuhud adalah berpaling dari dunia dan menghadapkan diri untuk beribadah melatih dan mendidik jiwa, dan memerangi kesenangannya dengan ber-khalwat, berkelana, puasa, mengurangi makan dan memperbanyak dzikir kepada Allah Ibid., 8210 Ibid., 83-95 65Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Abd Allah ibn Mas’ud w. 33 H., Hudzaifah ibn Yaman w. 36 H.. Sementara itu dari kalangan tabi’in di antaranya adalah Sa’id ibn al-Musayyad w. 91 H. dan Salim ibn Abd Allah w. 106 H.. Aliran Madinah ini lebih cenderung pada pemikiran angkatan pertama kaum muslimin salaf, dan berpegang teguh pada zuhud serta kerendah hatian Nabi. Selain itu aliran ini tidak begitu terpengaruh perubahan-perubahan sosial yang berlangsung pada masa dinasti Umayyah, dan prinsip-prinsipnya tidak berubah walaupun mendapat tekanan dari Bani Umayyah. Dengan begitu, zuhud aliran ini tetap bercorak murni Islam dan konsisten pada ajaran-ajaran Aliran Bas}rah Louis Massignon mengemukakan dalam artikelnya “Tashawwuf” dalam Ensiklopedie de Islam, bahwa pada abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat dua aliran zuhud yang menonjol. Salah satunya di Bashrah dan yang lainnya di Kufah. Menurut Massignon orang-orang Arab yang tinggal di Bashrah berasal dari Bani> Tami>m. Mereka terkenal dengan sikapnya yang kritis dan tidak percaya kecuali pada hal-hal yang riil. Merekapun terkenal menyukai hal-hal logis dalam nahwu, hal-hal nyata dalam puisi dan kritis dalam hal hadith. Mereka adalah penganut aliran Ahl al-Sunnah, tapi cenderung pada aliran-aliran Mu’tazilah dan Qadariyyah. Tokoh mereka dalam zuhud adalah Hasan al-Bas}ri, Malik ibn Dinar, Fad}l al-Raqqashi, Rabbah ibn Amru al-Qishi, S{{alih al-Murni atau Abd al-Wahid ibn Zaid, seorang pendiri kelompok asketis di Abadan. Corak yang menonjol dari para za>hid Bashrah ialah zuhud dan rasa takut yang Aliran Kufah Aliran Kufah menurut Louis Massignon, berasal dari Yaman. Aliran ini bercorak idealistis, menyukai hal-hal aneh dalam nahwu, imajinasi dalam puisi, dan harfiah dalam hal hadith. Dalam akidah mereka cenderung pada aliran Shi’ah, sebab aliran Shi’ah pertama kali muncul di Kufah. Para tokoh za>hid Kufah pada abad pertama Hijriyah ialah al-Rabi’ ibn Khathim w. 67 H., sedangkan pada masa pemerintahan Mu’awiyah, Sa’id ibn Jubair w. 95 H., Thawus ibn Kisan w. 106 H., Sufyan al-Thauri w. 161 H. 11 Ibid., 85 66Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019d. Aliran Mesir Pada abad-abad pertama dan kedua Hijriyah terdapat suatu aliran zuhud lain, yaitu aliran Mesir. Sebagaimana diketahui, sejak penaklukan Islam terhadap Mesir, sejumlah para sahabat telah memasuki kawasan itu, misalnya Amr ibn al-As}, Abd Allah ibn Amr ibn al-As yang terkenal kezuhudannya, al-Zubair bin Awwam dan Miqdad ibn al-Aswad. Tokoh-tokoh za>hid Mesir pada abad pertama Hijriyah di antaranya adalah Salim ibn ’Atar al-Tajibi. Dia pernah menjabat sebagai hakim di Mesir, dan meninggal di Dimyath tahun 75 H. Tokoh lainnya adalah Abd Al-Rahman ibn Hujairah w. 83 H. menjabat sebagai hakim agung Mesir tahun 69 H. Sementara tokoh za>hid yang paling menonjol pada abad II Hijriyyah adalah al-Laits ibn Sa’ad w. 175 H.. Kezuhudan dan kehidupannya yang sederhana sangat terkenal. Menurut ibn Khallikan, dia seorang za>hid yang hartawan dan dermawan. Dari uraian tentang zuhud dengan berbagai alirannya, baik dari aliran Madinah, Bashrah, Kufah, Mesir ataupun Khurasan, baik pada abad I dan II Hijriyyah dapat disimpulkan bahwa zuhud pada masa itu mempunyai karakteristik sebagai berikut1. Zuhud ini berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi, demi meraih pahala akhirat dan memelihara diri dari adzab neraka. Ide ini berakar dari ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah yang terkena dampak berbagai kondisi sosial politik yang berkembang dalam masyarakat Islam ketika Bercorak praktis, dan para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk menyusun prinsip-prinsip teoritis zuhud. Zuhud ini mengarah pada tujuan Motivasi zuhud ini ialah khauf, yaitu rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir abad kedua Hijriyyah, di tangan Rabi’ah al-Adawiyyah, muncul motivasi cinta kepada Allah, yang bebas dari rasa takut terhadap Menjelang akhir abad II Hijriyyah, sebagian za>hid khususnya di Khurasan dan pada Rabi’ah al-Adawiyyah ditandai kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan 67Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73keempat Hijriyyah. Al-Taftazani lebih sependapat kalau mereka dinamakan za>hid, qa>ri’ dan na>sik bukan sufi. Sedangkan Nicholson memandang bahwa zuhud ini adalah tasawuf yang paling dini. Terkadang Nicholson memberi atribut pada para za>hid ini dengan gelar “para sufi angkatan pertama”.12e. Abad Ketiga Hijriyah Sejak abad ketiga Hijriyah, para sufi mulai menaruh perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan tingkah laku. Perkembangan doktrin-doktrin dan tingkah laku sufi ditandai dengan upaya menegakkan moral di tengah terjadinya dekadensi yang berkembang ketika itu, sehingga di tangan mereka, tasawuf pun berkembang menjadi ilmu moral keagamaan atau ilmu akhlak keagamaan. Kajian yang berkenaan dengan akhlak ini menjadikan tasawuf terlihat sebagai amalan yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan semua orang. Kesederhanaannya dapat dilihat dari kemudahan landasan-landasan atau alur berpikirnya. Perhatian mereka lebih tertuju pada realitas pengamalan Islam dalam praktik yang lebih menekankan keterpujian akhlaq manusia. Mereka melaksanakan amalan-amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak-akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran Islam yang mereka nilai banyak mengandung muatan anjuran untuk berakhlak terpuji. Kondisi ini mulai berkembang di tengah kehidupan lahiriyah yang sangat formal dan cenderung kurang diterima oleh mereka yang mendambakan konsistensi pengamalan ajaran Islam sampai pada aspek mendalam. Oleh karena itu, ketika menyaksikan ketidakberesan perilaku akhlak di sekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada abad ketiga terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki ajaran tasawuf yang berkembang masa itu. Mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu13a. Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, yaitu tasawuf yang berisi suatu metode yang lengkap tentang pengobatan jiwa, yang mengonsentrasikan kejiwaan manusia kepada kha>liq-nya, 12 Ibid., 106-10713 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............, 63-64 68Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019sehingga ketegangan kejiwaan akibat pengaruh keduniaan dapat teratasi dengan Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak; yaitu di dalamnya terkandung petunjuk-petunjuk tentang cara berbuat baik serta cara menghindarkan keburukan, yang dilengkapi dengan riwayat dari kasus yang pernah dialami oleh para sahabat Tasawuf yang berintikan metafisika; yaitu di dalamnya terkandung ajaran yang melukiskan hakikat Ilahi, yang merupakan satu-satunya yang ada dalam pengertian yang mutlak serta melukiskan sifat-sifat Tuhan, yang menjadi alamat bagi orang-orang yang tajalli>14 Abad Keempat Hijriyah Abad ini ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan abad ketiga Hijriyah, karena usaha maksimal para ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawufnya masing-masing. Akibatnya kota Baghdad yang hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama tasawuf yang terkenal kealimannya, antara laina. Mu>sa> al-Ans}ary; mengajarkan tasawuf di Khurasan Persia atau Iran, ia wafat di sana tahun 320 Abu> H{a>mid bin Muhammad al-Ruba>zy; mengajarkannya di salah satu kota Mesir, ia wafat di sana tahun 322 Abu> Zaid al-Adamy; mengajarkannya di Semenanjung Arabiyah, ia wafat di sana tahun 314 Abu> Ali> Muhammad bin Abd al-Wahha>b al-Saqafy; mengajarkannya di Naisabur dan kota Sharaz, hingga ia wafat tahun 328 Dalam pengajaran tasawuf di berbagai negeri dan kota, para ulama tersebut menggunakan sistem tarekat t}ari>qah, sebagaimana yang 14 Tajalli adalah tahap yang dapat ditempuh oleh seorang hamba ketika ia sudah mampu melalui tahap Takhalli dah Tahalli. Tajalli adalah lenyapnya atau hilangnnya hijab dari sifat kemanusiaan atau terangnya nur yang selama itu tersembunyi, atau fana segala sesuatu selain Allah, ketika nampak wajah M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf............,64 69Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73dirintis oleh ulama tasawuf pendahulunya. Sistem tersebut berupa pengajaran dari seorang guru terhadap murid-muridnya yang bersifat teoretis serta bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya yang disebut “sulu>k” dalam ajaran tasawuf. Sistem pengajaran tasawuf yang sering disebut tarekat, diberi nama yang sering dinisbatkan kepada nama penciptanya gurunya, atau sering pula dinisbatkan kepada lahirnya kegiatan tarekat tersebut. Ciri-ciri lain yang terdapat pada abad ini, ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang memengaruhi corak tasawuf, karena banyaknya buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam dari hasil terjemahan orang-orang muslim sejak zaman permulaan Dinasti Abbasiyah. Pada abad ini pula mulai dijelaskannya perbedaan ilmu zahir dan ilmu batin, yang dapat dibagi oleh ahli tasawuf menjadi empat macam, yaitu16a. Ilmu shari>’ah17b. Ilmu t}ari>qah18c. Ilmu h}aqi>qah19d. Ilmu ma’rifah2016 Ibid., 6517 Shari>’ah adalah segala ketentuan agama yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Bagi orang-orang Sufi, Shari>’ah adalah kualitas amal lahir-formal yang ditetapkan dalam ajaran agama melalui al-Qur’an dan Sunnah. Sebab itu, dapat dikatakan bahwa Shari>’ah adalah ilmu ibadah yang cenderung hanya menyentuh aspek lahir manusia dan tidak menyentuh aspek batin T{ari>qah menurut istilah tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang Sufi dalam mencapai tujuan, berada sedekat mungkin dengan Tuhan. T{ari>qah adalah jalan yang ditempuh para Sufi dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari shari’at, sebab jalan utama disebut shar’, sedangkan anak jalan disebut dengan t}ariq. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa T{ari>qah adalah cabang dari Shari>’ah yang merupakan pangkal dari suatu H{aqi>qah adalah kebenaran yang bersifat esensial. Makna h}aqi>qah menunjukkan kebenaran esoteris yang merupakan batas-batas dari transendensi manusia dan teologis. H{aqi>qah merupakan unsur ketiga setelah Shari>’ah hukum yang merupakan kenyataan eksoteris, T{ari>qah jalan sebagai tahapan esoterisme, dan yang ketiga adalah H}aqi>qah, yakni kebenaran yang Ma’rifah adalah pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yang diperoleh melalui sanubari. al- Ghazali secara terperinci mengemukakan pengertian ma’rifat ke dalam hal-hal berikut 1 Ma’rifat adalah mengenal rahasia-rahasia Allah dan aturan-aturan-Nya yang melingkupi seluruh yang ada; 2 Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat berada dekat dengan Allah, bahkan ia dapat memandang wajah- 70Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019g. Abad Kelima Hijriyah Pada abad kelima ini muncullah Imam al-Ghaza>li>, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasar al-Quran dan al-Sunnah serta bertujuan asketisme, kehidupan sederhana, pelurusan jiwa, dan pembinaan moral. Pengetahuan tentang tasawuf dikajinya dengan begitu mendalam. Di sisi lain, Ia melancarkan kritikan tajam terhadap para filosof, kaum Mu’tazilah dan Batiniyah. al-Ghaza>li>-lah yang berhasil memancangkan prinsip-prinsip tasawuf yang moderat, yang seiring dengan aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah, dan bertentangan dengan tasawuf al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust} Tasawuf pada abad kelima Hijriyah cenderung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikannya kepada landasan al-Quran dan al-Sunnah. Al-Qushairi dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini, yang memberi bentuk tasawuf Sunni. Kitab al-Risa>lah al-Qushairiyyah memperlihatkan dengan jelas bagaimana al-Qushairi mengembalikan tasawuf ke atas landasan doktrin Ahl al-Sunnah. Dalam penilaiannya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip-prinsip tasawuf di atas landasan-landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari berbagai bentuk Tokoh lainnya yang seirama dengan al-Qushairi adalah Abu> Isma>’il al-Ans}>ari, yang sering disebut al-Harawi. Ia mendasarkan tasawufnya pada doktrin Ahl-Sunnah. Ia bahkan dipandang sebagai penggagas aliran pembaharuan dalam tasawuf dan penentang para sufi yang terkenal dengan keganjilan ungkapan-ungkapannya shat}aha>t, seperti al-H{alla>j dan Abu> Yazi>d al-Bust}ami. Dengan demikian, abad kelima Hijriyah merupakan tonggak yang menentukan bagi kejayaan tasawuf amali> sunni. Pada abad tersebut, tasawuf ini tersebar luas di kalangan dunia Islam. Pondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka waktu lama pada berbagai lapisan masyarakat Abad Keenam Hijriyah Sejak abad keenan Hijriyah, sebagai akibat pengaruh kepribadian al-Nya; 3 Ma’rifat datang sebelum Abu al-Wafa al Taftazani, Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islami......,18222 M. Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf......., 66 71Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Ghaza>li> yang begitu besar, pengaruh tasawuf amali> semakin meluas ke seluruh pelosok dunia Islam. Keadaan ini memberi peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan tarekat-tarekat dalam rangka mendidik para muridnya, seperti Sayyid Ah}mad al-Rifa>’i> w. 570 H dan Sayyid Abd al-Qa>dir al-Jaila>ni> w. 651 H.23 Sesudah abad ini tidak ada lagi tokoh-tokoh besar yang membawa ide tersendiri dalam hal pengetahuan tasawuf, kalau memang ada hal itu hanyalah sebagai seorang pengembang ide para tokoh pendahulunya. Tasawuf amali>, sebagaimana dituturkan al-Qushairi dalam al-Risa>lah-nya, diwakili para tokoh sufi dari abad ketiga dan keempat Hijriyah, Imam al-Ghaza>li> dan para pemimpin tarekat yang mengikutinya. al-Ghaza>li> dipandang sebagai pembela terbesar tasawuf amali>, yang seiring dengan al-Qushairi dan al-H{arawi. Namun dari segi kepribadian, keluasan pengetahuan dan kedalaman tasawuf al-Ghaza>li> lebih besar dibanding semua tokoh-tokoh tasawuf yang ada. Ia sering diklaim sebagai seorang sufi terbesar dan terkuat pengaruhnya dalam khasanah ketasawufan di dunia pembahasan tentang sejarah perkembangan tasawuf amali> pada makalah ini, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain1. Tasawuf amali> dipahami sebagai ajaran tasawuf yang lebih menekankan kepada perilaku yang baik dalam kaitannya dengan amalan ibadah kepada Allah. Di dalamnya ditekankan tentang bagaimana melakukan hubungan dengan Allah melalui dhikir atau wirid yang terstruktur dengan harapan memperoleh rid}a Allah Swt. Tasawuf amali> merupakan tasawuf yang mengedepankan muja>hadah, dengan menghapus sifat-sifat yang tercela, melintasi semua hambatan itu, dan menghadap total dengan segenap esensi diri hanya kepada Allah Sejarah dan perkembangan tasawuf amali> mengalami beberapa fase, yaitu23 Ibid., 67 72Asy-Syari’ah, Volume 5, Nomor 1, Januari 2019a. Abad kesatu dan kedua Hijriyah, tasawuf masih berupa perilaku zuhud yang didasari rasa khauf dan masih bersifat praktis belum ada konsep-konsep tasawuf secara terpadu.b. Abad ketiga Hijriyah, kata tasawuf mulai digunakan. Orang ahli ibadah sebelumnya disebut a>bid atau na>sik, pada abad ini disebut sebagai Abad keempat Hijriyah, perkembangan tasawuf semakin pesat dan munculnya istilah shari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat, sebagai penjelasan perbedaan ilmu lahir dan ilmu Abad kelima Hijriyah, adanya pemancangan ajaran tasawuf sesuai dengan prinsip-prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama>’ah oleh Imam al-Ghaza>li>.e. Abad keenam Hijriyah, munculnya para sufi yang mengembangkan tasawuf dalam bentuk institusi tarekat, yang kemudian berkembang pesat sampai sekarang. 73Taufiqur Rahman, Sejarah Perkembangan Tasawuf Amali 59-73Daftar PustakaAqib, Kharisudin, Al-Hikmah Memahami Teosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Surabaya PT. Bina Ilmu, al, Abd al-Wafa>, al-Tafta>zani. Madkhal Ila> al-Tashawwuf al-Isla>mi>. al-Qa>hirah Da>r al-Thaqafah, al, Abd, Abd al-Ghani> Qa>sim. Al-Madzahib Al-Shufiyah Wa Madarisuha>. Maktabah Madbuli, Abd al-Kari>m al-Qushairi. Risalah Qusyairiyah Sumber Kajian Ilmu Tasawuf, Cet. I. Jakarta Pustaka Amani, Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, M, Rosihan Anwar. Ilmu Tasawuf. Bandung CV. Pustaka Setia, 2008. ... Bukankah pilihan yang dijalani para sahabat tersebut bisa menjadi contoh sikap ketika melihat perkembangan modernisme yang berujung pada gaya materialis, hedonis, borjuis. Sebab jika ditilik sejarah ajaran-ajaran tasawuf bersumber dari kehidupan Nabi dan para sahabat dengan keteguhan iman, ketakwaan, kezuhudan dan budi pekerti luhur Taufiqur Rahman, 2019. ... Imam KhoiriThe sparkling "progress" of modernism looks very majestic and luminous. Modernization is the process of changing traditional society into a modern society, marked by changes in economic, social, and political systems. The changes that brought progress were reversed with the condition of modern human spirituality which experienced drought and decline. Therefore, a Sufism approach is needed that cultivates the heart, taste, and soul and balances the rational and experimental approaches that develop in modern society. The purpose of this study is to describe Ibn 'Athaillah al-Sakandari's views on uzlah and to analyze the suitability of uzlah in today's times. This is a qualitative research that uses a literature study approach. The analytical method used is the content analysis technique. The results of this study indicate that the uz that was written by Ibn Athaillah was not a form of activity that was carried out throughout life, but was limited to taking time to isolate oneself from the crowd. Because that way you can use meditation to the fullest. Uzlah is also an effort for modern humans to reflect and think about problems and find solutions in life so that they can get closer to Allah. Because the result of uzlah is not leaving the affairs of the world, but being able to live it with responsibility, discipline and upholding God's commands. The results of this research are expected to be practical in order to maintain the freshness of spirituality and TotokJumantoro Totok, Munir Amin Samsul. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo AMZAH, Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program PascasarjanaNur SyaifanAlim RoswantoroNur Syaifan, Alim Roswantoro. Peta Kecenderungan Kajian Agama-Agama Dan Filsafat Islam Pada Program Pascasarjana. Jogjakarta Sukses Offset, 2007.

Padaabad kedua, Tasawuf hanya terkenal di Kufah dan Bashrah. Baru pada permulaan abad ketiga, Tasawuf mulai tumbuh dan berkembang secara luas ke kota-kota lain, bahkan hingga ke kota Baghdad. Pada masa itu, esensi Tasawuf terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Ilmu Jiwa, Ilmu Akhlak, dan Ilmu Metafisika atau ilmu tentang hal yang gaib (hal 115-118).
PENDAHULUAN Manusia sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun memiliki pancaindera, akal dan hati sanubari. Ketiga potensi ini harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama secara harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang ilmu yang berperan penting. Pertama, fikih berperan dalam membersihkan dan menyehatkan pancaindera dan anggota tubuh. Istilah yang digunakan fikih untuk pembersihan dan penyehatan pancaindera dan anggota tubuh ini adalah thaharah barsuci. Kedua, filsafat beeperan dalam menggerakan, menyehatkan dan meluruskan akal pikiran. Karenanya filsafat banyak berurusan dengan dimensi metafisik dari manusia, dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang menjelaskakn inti tentang sesuatu. Ketiga, tasawuf berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esotorik batin dari manusia. 2. PEMBAHASAN Pengertian Tasawuf Para ulama tasawuf dalam penggunaan kata tasawuf berebeda pendapat tentang asal usul katanya.[1] Lafal tasawuf merupakan mashdar kata jadian bahasa Arab dari fi’il kata kerjaتصوف يتصوف تصوفا yang merupakan فعل مزيد بحرفين kata kerja tambahan dua huruf; yaitu “Ta” dan “Tasydid” yang sebenarnya berasal dari فعل مجزد ثلاثي kata kerja dari tiga huruf, yang berbunyi يصوف صاف menjadi صوفا mashdar; yang artinya mempunyai bulu yabg banyak. Perubahan dari kata صوفا يصوف صوف menjadi kata ثصوف يثصوف ثصوفا yang diistilahkan dalam bahasa Arab ; yang artinya menjadi atau berpindah.[2] Jadi lafal الثصوف at tasawufu yang artinya menjadi berbulu yang banyak; dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi, yang ciri khas pakaiannya selalu terbuat dari bulu domba wol.[3] Ada yang mengemukakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shafa yang berarti suci, bersih atau murni. Pandangan lain mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shaff yaitu barisan. Demikian pula ada yang mengatakan bahwa tasawuf dari kata ash-shufu yang artinya buku atau wol kasar.[4] Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahlinya antara lain Asy-Syekh Muhammmad Amin Al-Kundy mengatakan “Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihknnya dari sifat-sifat yang buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju kepada perintah-Nya”[5]. Imam Al-Ghazali mengemukakan pendapat Abu Bakar Al-Kataany yang mengatakan “Tasawuf adalah budi pekerti; barang siapa yang memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal atas dirimu dalam tasawuf. Maka hamba yang jiwanya menerima perintah untuk beramal karena sesungguhnya mereka melakukan suluk dengan nur petunjuk islam. Dan Ahli Zuhud yang jiwanya menerima perintah untuk melakukan beberapa akhlaq terpuji, karena mereka telah melakukan suluk dengan nur petunjuk imannya”.[6] As-Suhrawardy mengemukakan pendapat Ma’ruf Al-Karakhy yang mengatakan “Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk kesenangan duniawi”.[7] Dari berbagai pandangan ulama tasawuf tentang asal usul kata tasawuf dapat disimpulkan bahwa pengertian tasawuf adalah kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar kepada mal shalih dan kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan dri dari keduniaan dalam rangka pendekatan diri kepada Allah untuk mendapatkan perasaan berhubungan erat denganNya.[8] Sejarah Asal Mula Tasawuf Fase Pertama Abad 1-2 H/7-8 M Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.[9] Bahkan seperti diketahui, bahwa beliau diangkat sebagai Rasul Allah, beliau sering kali melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hira selama berbulan-bulan lamanya sampai beliau menerima wahyu pertama saat diangkat sebagai Rasul Allah. Setelah beliau resmi diangkat sebagai Nabi utusan Allah, keadaan dan cara hidup beliau masih ditandai oleh jiwa dan kerakyatan, meskipun beliau berada dalam lingkaran keadaan hidup dapat terpenuhi semua keinginan lantaran kekuasaannya sebagai Nabi yang menjadi kekasih Tuhannya.[10] Perkembangan Tasawuf pada Masa Sahabat Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhanya. Beberapa sufi di abad pertama, dan berfungsi sebagai mahaguru bagi pendatang dari luar kota Madinah, yang tertarik kepada kehidupan sufi. Sahabat-sahabat yang dimaksud adalah Abu Bakar As-sidiq W. 13 H Umar bin Khattab W. 23 H Usman bin Affan W. 35 H Ali bin Abi Thalib W. 40 H Salman Al-Farisy Abu Zar Al-Ghifari Ammar bin Yasir Huzaidah bin Al-Yaman Niqdah bin Aswad Perkembangan Tasawuf pada Masa Tabiin Ulama-ulama sufi dari kalangan tabiin, adalah murid dari ulama-ulama sufi dari kalangan sahabat.[11] Ada beberapa tokoh-tokoh ulama sufi tabiin antar lain Al-Hasan Al-Bashri 22-110 H Rabi’ah Al-Adawiyah W. 105 H Sufyan bin Said Ats-Tsaury 97-161 H Daun Ath-Thaiy W. 165 H Syaqieq Al-Bakhiy W. 194 H Pada abad pertama Hijriyah, Ulama-ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari madinah. Tetapi di abad kedua Hijriyah, ulama-ulama sudah menyebar di wilayah kekuasaan islam. Ciri lain yang terdapat pada perkembangan tasawuf di abad pertama dan kedua Hijriyah adalah kemurniannya dibandingkan dengan tasawuf di abad-abad sesudanya. Fase kedua Abad ke 3-4 H/ 9-10 M Fase kedua ini diawali dengan masa peralihan’ di mana para asketis sudah tidak lagi dikenal sebagai asketis tapi lebih dikenal sebagai sufi karena sudah sedikit ditandai perilaku tasawuf.[12] Perkembangan Tasawf pada Abad Ketiga Pada abad ini, terlihat perkembangan tasawuf yang pesat, ditandai dengan adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba memiliki inti ajaran tasawuf yang berkembang di masa itu.[13] Sehingga mereka membaginya menjadi tiga macam, yaitu Tasawuf yang berintikan ilmu jiwa Tasawuf yang berintikan ilmu akhlak Tasawuf yang berintikan metafisika[14] Sedangkan tokoh-tokoh sufi yang terkenal abad ini; antara lain Abu Sulaiman Ad-Darany W. 215 H Ahmad bin Al-Hawary Ad-Damasqiy W. 230 H Abul Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishriy W. 245 H Abu Yazid Al-Bushthamy W. 261 H/874 M Junaid Al-Baghdady W. 298 H Al-Hallaj lahir 244 H/858 M Di akhir abad ketiga hijriyah ini, mulai timbul perkembangan baru dalam sejarah tasawuf, yang ditandai dengan bermunculannya lembaga pendidikan dan pengajaran, yang di dalamnya terdapat kegiatan pengajaran tasawuf dan latihan-latihan rohaniyah. Perkembangan Tasawuf pada Abad Keempat Pada abad ini, ditandai dengan kemajuan ilmu tasawuf yang lebih pesat dibandingkan dengan kemajuan di abad ketiga hijriyah karena usaha maksimal ulama tasawuf untuk mengembangkan ajaran tasawuf masing-masing.[15] Sehingga kota Baghdad yamg hanya satu-satunya kota yang terkenal sebagai pusat kegiatan tasawuf yang paling besar sebelum masa itu, tersaing oleh kota-kota besar lainnya. Upaya untuk mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad, dipelopori oleh beberapa ulama yamg terkenal kealimannya, antara lain Musa Al-Anshary, mengajarkan ilmu tasawuf di Khurasan Persia atau Iran, dan wafat di sana tahun 320 H. Abu Hamid bin Muhammad Ar-Rubazy, mengajarkannya di salah satu kota di Mesir, dan wafat di sana tahun 322 H Abu Zaid Al-Adamy, mengajarkannya di semannjung Arabiyah, dan wafat di sana tahun 314 H Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahab As-Saqafy, mengajarkannya di Nasaibur dan kota Syaraz, sehingga beliau wafat tahun 328 H Perkembangan tasawuf di berbagai negeri dan kota, tidak mengurangi perkembangan tasawuf di kota Baghdad.[16] Fase ketiga Abad 5 H/6 M Pada abad kelima ini aliran tasawuf kelompok kedua yang dikembangkan oleh Abu Yazid Al-Busthamy dan Husain bin Mansur Al-Hallaj pada abad ketiga dan keempat H mulai tenggelam dan mulai muncul kembali dalam bentuk lain. Pada abad inilah terlihat tanda-tanda semakin dekatnya corak tasawuf dengan ajaran tasawuf yang di amalkan pada abad pertama Hijriyah. Tetapi pada abad sesudahnya, kembali terlihat ada tanda-tanda yang menjurus kepada perbedaan pendapat ahli tasawuf dengan fuqaha beserta mutakallimin, karena corak tasawuf falsafi yang telah diamalkan pada abad ketiga dan keempat Hijriyah kembali muncul di kalangan umat Isalm.[17] Fase Keempat Abad 6 H Pada fase ini, tasawuf yang dikembangkan pada abad ketiga dan keempat dan pernah tenggelam pada abad kelima Hijriyah, muncul kembali dan lebih dikembangkan para sufi dan juga filosof. Tasawuf ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf sunni, tasawuf falsafi menggunakan terminologi folosofis dalam pengungkapannya.[18] Perkembangan tasawuf pada abad keenam Hijriyah banyak ulama tasawuf yang berpengaruh dalam perkembangan taasawuf abad ini antara lain Syihabuddin Abul Futu As-Suhrawardy W. 587 H/1191 M. Ia mulai belajar filsafat dan ushul fiqh pada Asy-Syekh Al-Imam Majdudin Al-Jily di Aleppo, bahkan sebagian besar ulama dari berbagai disiplin ilmu agama di negeri itu, telah dikunjunginya untuk menimba ilmu pengetahuan dari mereka.[19] Manfaat Tasawuf Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan mensucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari kungkungan jasadnya yang menyadarkan hanya pada kehidupan kebendaan, di samping juga melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan yang tercela. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna yang penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan.[20] Semua sufi berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan dekat atau berada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan “kesucian jiwa”. Kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat nanti yang kebahagiaannya amat tergantung pada selamatnya rohani dari perbuatan dosa dan pelanggaran. Untuk mewujudkan rohani yang sehat termasuk salah satu tugas tasawuf yang utama. Kebahagiaan yang hakiki dalam kehidupan di dunia ini sebenarnya terletak pada adanya ketenangan batin yang dihasilkan dari kepercayaan dan ketundukan pada Tuhan. Pada saat seseorang usianya sudah lanjut yang ditandai dengan melemahnya fisik, kurang berfungsinya pencernaaan dan pancaindera, saat seperti ini manusia tidak ada jalan lain kecuali dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, tempat ia harus mempertanggungawabkan amalnya.[21] Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, maka di perlukan suatu riyadah latihan dari satu tahap ke tahap lain yang lebih tinggi. Jadi untuk mencapai kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara sepontan dan sekaligus.[22] KESIMPULAN Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana dan menderita, disamping menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Para sahabat juga mencontohi kehidupan Rasulullah yang serba sederhana, di mana hidupnya hanya semata-mata diabdikan kepada tuhanya. Pada abad pertama Hijriyah, Ulama-ulama tasawuf hanya berada di beberapa kota yang tidak jauh dari madinah. Tetapi di abad kedua Hijriyah, ulama-ulama sudah menyebar di wilayah kekuasaan islam. tasawuf yang dikembangkan pada abad ketiga dan keempat dan pernah tenggelam pada abad kelima Hijriyah, muncul kembali dan lebih dikembangkan para sufi dan juga filosof. Tasawuf ini kemudian dikenal dengan tasawuf falsafi yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional. Berbeda dengan tasawuf sunni, tasawuf falsafi menggunakan terminologi folosofis dalam pengungkapannya. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna yang penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Semua sufi berpendapat bahwa untuk mencapai tujuan dekat atau berada di hadirat Allah, satu-satunya jalan hanyalah dengan “kesucian jiwa”. Dalam rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup, maka di perlukan suatu riyadah latihan dari satu tahap ke tahap lain yang lebih tinggi. Jadi untuk mencapai kesempurnaan rohani tidaklah dapat dicapai secara sepontan dan sekaligus. DAFTAR PUSTAKA Mustofa, A, Ahklak Tasawuf, Bandung CV Pustaka Setia, 2014. Cet. Ke 6. Nasution, dan Rayani, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman dan pengaplikasiannya, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2013. Cet. Ke 1. Nata, Abuddin, Akhlak Taswuf, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2012. Cet. Ke 2. Umar, Nasaruddin, Tasawuf Modern, Jakarta Repiblika Penerbit, 2014. Cet. Ke 1. Zuhri, Amat, Imu Tasawuf, Yogyakarta STAIN Press Pekalongan, 2010. Cet. Ke 4. [1] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 3 [2] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 201 [3] Ibid, hlm. 202 [4] Ahmad Bangun Nasution, Ibid, hlm. 3 [5] A mustofa, Ibid, hlm 203 [6] Ibid, hlm. 204 [7] Ibid, hlm. 205 [8] Ahmad Bangun Nasution, Ibid, hlm. 3 [9] Ibid, hlm. 17 [10] Ibid, hlm. 17 [11] A mustofa, Ibid, hlm. 214 [12] Amat zuhri, Ilmu Tasawuf Yogyakarta STAINPRESS Pekalongan, 2010 hlm. 22 [13] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 22 [14] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 220 [15] Ahmad Bangun Nasution & Rayani Hanum siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan, Pemahaman, dan pengaplikasiannya Jakarta PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 22 [16] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 225 [17] Amat zuhri, Ilmu Tasawuf Yogyakarta STAINPRESS Pekalongan, 2010 hlm. 24 [18]Ibid, hlm. 26 [19] Ahmad Bangun Nasutin, Ibid, hlm. 23 [20] A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 206 [21] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 191 [22]A mustofa, Ahklak Tasawuf, cet . VI Bandung CV Pustaka Setia, 2014, hlm. 207
Tasawufmenurut Ma'ruf Al-Karkhi didasarkan pada syari'ah dan tuntutan-tuntutan amal ibadah maupun ketaatannya. Sedangkan ilmu itu harus berkaitan dengan amal, sebagaimana katanya : "Jika seorang alim beramal dengan ilmunya maka akan luruslah kalbu orang-orang yang beriman,dan dia akan dibenci oleh orang-orang yang kalbunya sakit".
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang menganggap ekstrim tentang tasawuf, bahkan para kaum intelektual masa kini pun ikut serta dalam mempertanyakan tentang tasawuf. tidak sedikit dari mereka yang menganggap bahwa ajaran tasawuf merupakan ajaran yang menyimpang dan tidak segan-segan mengambinghitamkan tasawuf dengan ajaran sesat. padahal mereka mengetahui tasawuf hanya sekedar 'katanya' dari sekilas obrolan/diskusi dari golongan keagamaan yang mengaku sebagai ahli agama di lingkungannya, tetapi belum pernah menyelami bahkan merasakan sendiri bagaimana tasawuf dan seperti apa tasawuf itu. tidak berhenti sampai situ, berbagai buku-buku anti tasawuf pun diterbitkan dibeberapa lembaga penerbitan demi mengokohkan stigma buruk tentang tasawuf, sehingga seiring berjalannya waktu tasawuf pun mulai diasingkan dan mulai mengalami degradasi pemaknaan dan tidak sedikit pula para otoritas keagamaan yang memanfaatkan peluang tersebut demi meraut keuntungan pribadi. Melalui secercah tulisan ini penulis mengajak para smart readers untuk bersama-sama menggunakan akal sehat yang Allah Swt. karuniakan kepada manusia, sebab dalam mahfudzot kata-kata mutiara islam dikatakan bahwa "tubuh yang sehat adalah berawal dari akal yang sehat". Islam bukan merupakan agama doktrin dan falsafah, melainkan program hidup yang sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah atas penciptaan-Nya. Capaian tertinggi dalam Islam adalah adanya saling keterkaitan atau koordinasi antara spiritual dan materi atau rohani dan jasadi. Misalnya, ritual sholat dalam Islam, dimana manusia dicoba untuk selalu mengkoordinasikan dan mengkombinasikan konsentrasi spiritual dengan gerakan jasmani atau tubuh. Hal ini secara jelas menggambarkan bahwa "sholat" yang kita ketahui sebagai salah satu rukun iman yang lima bukan merupakan ritual formalistik belaka, melainkan awal dari perbuatan untuk menyambungkan dengan laku perbuatan. Di samping itu, Islam juga mengajarkan bahwa pengabdian secara total terhadap Allah Swt merupakan tujuan hidup yang paling mulia, tujuan ini tidak akan tercapai apabila kita masih membagi kehidupan menjadi dua bagian, yakni spiritual dan materi. Akan tetapi, keduanya harus terpadu, beriringan, dan bersama-sama dalam kesadaran maupun tindakan, hal inilah yang dinamakan dengan intelektual Muslim khususnya di bidang tasawuf sendiri selalu mengatakan bahwa masa ke-emasan tasawuf adalah pada abad ke 3-4 H. Mereka lupa bahwasannya perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarluaskan Islam ketika di Mekah dan Madinah merupakan puncak perilaku sufistik. Secara pandangan ilmu pengetahuan Tasawuf memang benar mengalami kejayaan ketika abad ke 3-4 H. Namun, pada hakikatnya tasawuf itu sendiri bukanlah ilmu pengetahuan, kumpulan teori-teori, dan bukan pula sebatas wacana dan konsepsi teologis. Melainkan, hidup yang terus-menerus berhubungan dengan Allah dan selalu mesra sendiri bukan merupakan hal yang baru dalam Islam. Namun, tasawuf menjadi dasar ajaran Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa perilaku sufistik merupakan tradisi dari sifat nabi Muhammad yang dijaga turun-menurun. Akan tetapi, lama-kelamaan kaum sufisme menjadi kaum minorotas karena banyaknya umat Islam yang hanyut akan gemerlapnya dunia. Istilah tasawuf baru pupuler pada abad 3 H, karena sebutan sahabat dan tabi'in lebih mulia dari pada sebutan Ajaran Islam Islam, Iman, dan Ihsan 1 2 3 4 5 6 Lihat Humaniora Selengkapnya
Tasawufmempunyai perkembangan tersendiri dalam sejarahnya. Tasawuf berasal dari gerakan zuhud yang selanjutnya berkembang menjadi tasawuf. Meskipun tidak persis dan pasti, corak tasawuf dapat dilihat dengan batasan- batasan waktu dalam rentang sejarah sebagai berikut: A. Abad I dan II Hijriyah. Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa
SejarahSingkat Hadits. A. Pendahuluan. Sejarah perjalanan hadits tidak sama dengan perjalanan al-Qur'an. Jika al-Qur'an sejak awalnya sudah diadakan pencatatan secara resmi oleh para pencatat wahyu atas perintah dari nabi dan tidak ada tenggang waktu antara turunya wahyu dengan penulisanya, maka tidak demikian dengan hadits nabi. 1Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Available at: DOI: Mazhab Akidah dan Sejarah Perkembangan Tasawuf Ba lawi Kholili Hasib* Institut Author: Hadi Hartono. 35 downloads 154 Views 506KB Size. Report. DOWNLOAD PDF. Recommend Documents. SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN TASAWUF . .
  • o6hpc57222.pages.dev/856
  • o6hpc57222.pages.dev/174
  • o6hpc57222.pages.dev/601
  • o6hpc57222.pages.dev/606
  • o6hpc57222.pages.dev/934
  • o6hpc57222.pages.dev/605
  • o6hpc57222.pages.dev/796
  • o6hpc57222.pages.dev/260
  • o6hpc57222.pages.dev/80
  • o6hpc57222.pages.dev/529
  • o6hpc57222.pages.dev/26
  • o6hpc57222.pages.dev/386
  • o6hpc57222.pages.dev/334
  • o6hpc57222.pages.dev/708
  • o6hpc57222.pages.dev/450
  • sejarah perkembangan tasawuf dari abad 1 sampai 10